Foto Istimewa:
FESTIVAL Bedhayan 2024 yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Minggu (18/8), berlangsung meriah dan istimewa. Sebanyak 15 tarian dibawakan kelompok dan sanggar tari yang mengikuti festival. Ini adalah jumlah peserta terbanyak sejak Festival Bedhayan digelar pertama kali pada tahun 2021.
Kelompok dan sanggar tari yang mengikuti Festival Bedhayan 2024 adalah Jaya Suprana School of Performing Arts, The Ary Suta Center Academy, Mitra Tari Hadiprana, Gemah Wins Production, Sanggar Kamaratih, Arkamaya Sukma, Sanggar Jawa Jawi Java, Sanggar Gending Enem, Ohmm Adyasa Abipura, Sekartanjung Dance Company, Sekar Puri, Sanggar Surya Kirana, Purwakanthi, dan Wulangreh Omah Budaya.
Direktur Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hilmar Farid, dalam sambutan tertulis mengatakan, Tari Bedhaya sesungguhnya merupakan tari sakral yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang sangat tinggi dalam budaya Keraton Kasunanan Surakarta. Biasanya tarian ini hanya dipentaskan pada saat-saat penting, seperti penobatan raja dan berbagai upacara adat keraton lainnya.
Upaya menampilkan Tari Bedhaya di hadapan masyarakat umum Indonesia, sambungnya, merupakan bagian dari dari inisiatif untuk mendemokratisasi dan memodernisasi seni Tari Bedhaya tanpa menghilangkan esensi dan nilai sakral yang dimilikinya. Dia juga mengatakan, Festival Bedhayan ini memperkenalkan Tari Bedhayan dalam format yang lebih terbuka sehingga dapat dinikmati masyarakat umum tanpa mengurangi kekhidmatan dan keagungannya.
Sebagai Ketua Umum Penyelenggara Festival Bedhaya 2024 adalah Kanjeng Raden Ayu Aylawati Sarwono. Ketika menyampaikan sambutan, Aylawati berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, mulai dari penari, pelatih, penata busana, juga pihak-pihak yang menangani panggung, pemusik, dan sponsor, serta penonton yang hadir.
Festival Bedhayan 2024 juga melibatkan sejumlah pengamat, yakni Theodora Retno Maruti, Gusti Kanjeng Ratu Wandansari Koes Moertiyah, Kanjeng Pangeran Sulistyo S. Tirtokusumo, Wahyu Santoso Prabowo, dan Dra. M. Heni Winahyuningsih.
Sebagai contoh kreasi baru Tari Bedhaya, misalnya Bedhoyo Warastri Anidyajati yang ditampilkan Jaya Suprana School of Performing Arts. Tari Bedhaya ini menggambarkan kesetiaan seorang wanita yang menyediakan dirinya sebagai tumpuan duka dan derita seorang pria. Secara khusus tarian ini dipersembahkan Aylawati Sarwono untuk suaminya, Jaya Suprana.
Tari Bedhaya Wilatikta yang ditampilkan penari dari The Ary Suta Center Academy. Tarian ini terinspirasi kemegahan dan kejayaan Wilwatikta atau Majapahit di masa silam. Tari Bedhaya yang medidatif ini dipadukan dengan gerak Tari Legong dari Bali yang dinamis.
Lalu para penari dari Mitra Tari Hadiprana menampilkan Tari Bedhaya Bedhah Madiun yang mengisahkan upaya Panembahan Senopati dari Mataram merebut Kadipaten Madiun. Walau sempat mendapatkan perlawanan dari Retno Dumillah, putri Adipati Madiun, namun Panembahan Senopati dapat merebut Madiun dan mempersunting Retno Dumillah sebagai istri.
Keistimewaan Lain
Festival Bedhayan 2024 juga istimewa karena kehadiran Duta Besar Amerika Serikat Kamala Shirin Lakhdhir dan diplomat dari Kedutaan Besar Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara di antara tamu-tamu dari sejumlah negara sahabat Indonesia.
Budayawan Jaya Suprana secara khusus memperkenalkan keduanya saat membuka Festival Bedhayan 2024.
“Saya mohon tepuk tangan untuk sahabat saya dari Korea Utara yang hari ini menyempatkan hadir. Beliau sudah lama tinggal di Indonesia, dan beliau sangat-sangat menghormati dan menghargai kebudayaan Indonesia,” ujar Jaya Suprana memperkenalkan sang diplomat sambil memintanya berdiri.
Yang hadir dari Kedutaan Besar Korea Utara itu bukan Duta Besar. Saat ini pos Duta Besar Korea Utara untuk Indonesia masih kosong setelah Duta Besar sebelumnya, An Kwang Il, yang memiliki hubungan sangat baik dengan Jaya Suprana, kembali ke Pyongyang di bulan Desember 2023 lalu. Sampai hari ini belum ada Duta Besar baru yang dikirim Pyongyang untuk bertugas di Indonesia.
“Kemudian ada wakil dari Presiden Joe Biden hadir bersama kita, Yang Mulia Ibu Duta Besar Kamala. Tolong tepuk tangan untuk Ibu,” sambung Jaya Suprana.
Dia menambahkan, “Alangkah indahnya dua warga dari negara yang secara politis tidak selalu akur tetapi berada di ruangan ini secara damai.”
Jaya Suprana memang memiliki ketertarikan pada perdamaian di Semenanjung Korea. Pada bulan Agustus 2017 lalu, kami berkunjung ke Korea Utara.
Saya dan Aldi Gultom, kini Pemimpin Redaksi Akurat, tiba sehari lebih dahulu di Pyongyang setelah menempuh perjalanan lebih dari 24 jam dengan kereta api dari Beijing.
Di Bandara Internasional Kim Il Sung, saat menjemput Pak Jaya dan Ibu Ayla, Pak Jaya mengatakan kepada saya, dirinya terkesan dengan profil seorang pianis cilik kelas dunia dari Korea Utara yang dibacanya di Harian Pyongyang Times yang disediakan dalam penerbangan.
“Bagaimana kalau kita undang dia ke Jakarta tahun depan?” bisiknya.
Saya mengangguk dan setuju. Lalu dimulailah pembicaraan untuk menghadirkan sang pianis, Choe Hang Hung, yang ketika itu baru berusia 13 tahun. Dia menjuarai sejumlah kejuaraan piano di Moskwa, Warswa, dan Beijing.
Setahun kemudian, di bulan April 2018, “Konser Perdamaian” itu digelar di GKJ dan dihadiri begitu banyak penonton.
Di masa pandemi Covid-19, Jaya Suprana School of Performing Arts juga berpartisipasi dalam festival budaya yang diselenggarakan Korea Utara secara hybrid.
Pak Jaya juga berencana mengirimkan tim kesenian ke Pyongyang tahun depan untuk mengikuti festival kebudayaan di sana. Saat ini pembicaraan dengan pihak Pyongyang sedang dilakukan. Semoga bisa terwujud. []