Yusar Riyaman Saleh Dengan Status ASN Staf Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan Akhirnya Mengungkapkan Sendiri
Editor_ JUNAIDI
KALIANDA(LD)_ Yusar Riyaman Saleh dengan status ASN sebagai staf dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan akhirnya mengungkapkan sendiri ‘usaha sampingannya’ di luar bertugas sebagai PNS. Dikutip dari gerbangkrakatau.id, eks ASN Kabupaten Pringsewu ini tak sungkan mengakui jika dirinya memang adalah pelaku gratifikasi ijon proyek plus merangkap calo atau pengepul duit setoran proyek ijon.
Bahkan, uang 2,5 M tersebut diserahkan kepada sejumlah pihak tergugat oleh Yusar adalah bagian dari praktek suap oleh pihak swasta dengan status ASN kepada pihak penyelenggara negara sebagai pengelola kegiatan baik pengadaan dan jasa konstruksi milik pemerintah daerah.
Bahkan, dana tersebut yang katanya sebagai setoran proyek APBD dan DAK 2019 silam itu juga ternyata dana tersebut dianggap include buat beli jabatan oleh penggugat sebagai kadis PU di Bumi Ragom Mufakat.
“Disitu jelas bukan hanya uang saya pribadi melainkan ada dana milik si A, B, C dan lainnya, belajar lagi lah jadi pengacara, jangan asal bicara tanpa pelajari materi gugatan. Baca poin 11 dalam materi gugatan supaya jelas,” ujar Riyaman Saleh, seperti dilansir gerbangkrakatau.id. Kamis 7 April 2022.
Ditelusuri dari materi gugatan yang dikuasakan oleh Marwan SH, Hendriadi SH dan rekan itu, di dalam poin 11 menyebutkan, bahwa uang senilai Rp2.571.500.000,- selain milik dari penggugat, uang tersebut juga milik Indra Gunawan, Ahmad Badrullah, Feby, Dodi, Tedy, Sandra dan Van Barata. Untuk nama terakhir, bagi jurnalis Lampung Selatan sepertinya nama tersebut tidak asing, sebagai pernah menjabat kepala seksi di salah satu lembaga Yudikatif yang berkantor di Kalianda.
“Materi gugatan perdata ini sejatinya merupakan sebuah pengakuan dalam upaya ijon proyek dengan melibatkan sejumlah pihak lain sebagai penyandang dana. Polisi seharusnya dapat menilai potensi hukum penyidikan perkara atau sebagai bukti petunjuk awal bagi polisi untuk mengungkap ASN dengan sejumlah pihak penyandang dana tersebut layaknya fenomena gunung es. Yang terlihat di permukaan adalah bagian kecil dari fakta dibawah lautan adanya gunung, besar” ujar pemerhati sosial, Arjuna Wiwaha Kamis sore.
Apalagi, terus Arjuna, perkara dana 2,5 M itu berawal dari perkenalan penggugat dengan tergugat I yang disponsori oleh tergugat iI Joni Tamin. Sebelum diperkarakan melalui gugatan perdata, masalah itu pernah dilaporkan secara pidana oleh Yusar Riyaman Saleh ke Polresta pada medio 2018.
“Kan itu infonya sempat diproses oleh Polresta Bandar Lampung, yang berujung penetapan status DPO tergugat I oleh korps Bhayangkara itu. Sebagai info, tidak ada lagi itu istilah terima titipan uang, pasti itu ada suatu perjanjian yang dilakukan di bawah tangan. Faktanya, mana ada lagi orang mau nitip uang benar-benar nitip uang. Padahal, sudah umum diketahui, tempat penitipan uang adalah lembaga keuangan perbankan. Selain dijamin pemerintah, penitipan uang di perbankan itu juga mendapatkan keuntungan dari bunga, baik dari instrumen tabungan, deposito dan lainnya,” imbuh Arjuna seraya mengatakan jika ada perkara terkait uang dengan bahasa titipan, biasanya itu merupakan upaya menghalalkan sesuatu yang haram.
Terpisah, kuasa hukum tergugat IV Merik Havid hanya terlihat tertawa terbahak-bahak saat ditunjukkan link berita dengan tanggapan Yusar selaku penggugat, menyindir kuasa hukum tergugat IV itu belum memiliki kapasitas sebagai lawyer karena mempertanyakan kapasitas ASN memiliki pendanaan hingga miliaran rupiah.
“Iya kanda, kita ini memang masih junior bila dibandingkan dengan kawan-kawan pengacara lain yang jam terbangnya sudah mumpuni. Apalagi jika dibandingkan dengan penggugat, bapak Riyaman Saleh,” ujar Merik tergelak.
Menurut Ketua BBHAR (Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat) DPC PDIP Lamsel ini tidak mempersoalkan penilaian dirinya dari orang lain, apalagi dengan pihak yang berperkara dalam persidangan.
“Ya terserah Kanda saja saya mah manut. Mau dibilang apa kek terserah. Hanya saja, umpan yang kita tebar telah mendapatkan mangsanya sesuai dengan target,” imbuhnya.
Namun demikian, setelah mempelajari isi gugatan, Merik sempat berpendapat jika perkara ini sebenarnya lebih tepat dilaporkan secara pidana oleh penggugat. Namun Merik mengaku, baru belakangan ini mengetahui bahwa sebenarnya perkara tersebut sempat dan pernah di laporkan ke Polresta Bandar Lampung.
“Awalnya kan kita berfikir, jika laporan pidana seseorang tidak memiliki progres, biasanya pengaduan berlanjut ke tingkatan ke atasnya. Seperti laporan lagi ke Polda. Tapi ini kan lebih memilih menggugat secara perdata. Ada apa ini. Alhasil, setelah kita simak, laporan secara pidana tersebut ternyata bakalan menimbulkan konsekwensi menjadi boomerang. Karena sejatinya, apa yang disepakati terkait dana Rp2,5 M itu sebagai kegiatan ilegal, melanggar hukum yang berpotensi bakal berbalik kepada pelapor itu sendiri beserta para cukong penyandang dana. Dengan status ASN, penggugat sebenarnya memiliki aturan khusus seperti larangan,rambu-rambu untuk berbisnis. Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Yusar itu, sebelum dilakukan pengaduan pidana ataupun gugatan perdata, mestinya sudah terkena OTT lembaga antirasuah,” ungkap Merik tergelak.
“Disini kembali saya tegaskan, klien saya yang juga ketua DPC PDIP dan Bupati Lampung Selatan, bapak Nanang Ermanto tidak ada kaitan dan berurusan dengan pihak-pihak baik penggugat maupun tergugat. Sebenarnya, dengan kondisi begini klien kami cukup dipusingkan dengan diseret-seretnya nama beliau. Apalagi dugaannya mengarah bahwa ada pihak yang menjual namanya sebagai modus untuk mendapatkan kepercayaan menerima uang yang katanya jika uang tersebut tidak dikembalikan bakal berpotensi pidana. Dimana, yang namanya titipan itu ada kewajiban amanah yang harus dijaga, setelah tidak ada angin, hujan ujug-ujug percaya main nitip uang miliaran kepada orang yang baru saja dikenalnya,” tukas Merik.
Sementara, tergugat I, Akbar Bintang Putranto saat dihubungi tak menampik jika dirinya sempat diperiksa penyidik di Polresta implikasi dari laporan terkait dengan dana Rp2,5 M tersebut.
“Ya benar bang, saya sempat diperiksa dan katanya keluar surat status DPO. Tapi DPO itu tak berlanjut bang, karena Papa melaporkan balik Yusar ke polisi karena pasal mengusir papa dan mama dari rumah dan mengunci gembok pintu rumah depan sebagai tindakan penyitaan aset dan dugaan perampasan sejumlah barang di rumah,” tutur Bintang seraya menyebutkan Nomor : STTLP/B-1002/VII/2020/LPG/SPKT sebagai nomor surat tanda Terima laporan Polisi.
(tim)