Peluncuran Dua Buku”Perdamaian yang Buruk, Perang Yang Baik” Karya CEO RMOL Network.
Editor JUNAIDI
JAKARTA — Peluncuran dua buku, “Perdamaian yang Buruk, Perang yang Baik” dan “Buldozer dari Palestina” karya CEO RMOL Network, Teguh Santosa, di Jaya Suprana School of Performing Arts di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta, pada Minggu (30/7) terasa tidak biasa.
Peluncuran kedua buku yang diterbitkan Booknesia Publishing House dari Farah Media Utama itu dihadiri sejumlah duta besar dan diplomat negara sahabat di Jakarta dan tamu asing, seperti dari Rusia, Maroko, Venezuela, Sudan, Afghanistan, Korea Utara, Pakistan, dan Selandia Baru.
“Perdamaian yang Buruk, Perang yang Baik” dan “Buldozer dari Palestina” adalah kumpulan wawancara Teguh Santosa yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dengan sejumlah duta besar negara sahabat di Jakarta yang dilakukannya dalam beberapa tahun terakhir.
Peluncuran kedua buku yang dirangkaikan dengan peluncuran aplikasi SemuaNews dari JMSI itu juga dihadiri pimpinan JMSI se-Indonesia yang baru mengikuti Rapat Pleno Diperluas sehari sebelumnya.
Tokoh lain yang hadir adalah Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dan Pembina JMSI Sumatera Utara Rahudman Harahap. Adapun tuan rumah dalam peluncuran itu adalah budayawan Jaya Suprana dan Ibu Aylawati. Penyair dan aktivis Addhie Massardi serta pakar komunikasi politik Hendri Satrio juga tampak hadir di antara tamu undangan.
Tokoh nasional DR Rizal Ramli yang mereview buku tersebut mengatakan, buku Teguh Santosa ini terbilang unik dan tidak “plain vanilla”.
“Buku ini cukup unik. Biasanya, kalau Anda membaca wawancara dengan duta besar, sangat plain vanilla (sederhana dan mudah) dan Anda jarang melihat kekayaan negara yang diwakilinya, isu yang ditanyakan, dan relasinya dengan Indonesia. Kalau Anda baca buku ini, Anda dapat melihat bahwa dia (Teguh Santosa) mengeksplorasi pikiran, personalitas duta besar, dan berusaha memahami negara dari perspektif yang berbeda,” urai Rizal Ramli yang memberikan pengantar dalam buku “Buldozer dari Palestina”.
Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila G. Vorobieva dalam sambutannya mengatakan, di tengah perang informasi saat ini tidak banyak yang memahami sudut pandang Rusia. Namun Teguh memberikan ruang yang cukup bagi pembaca di Indonesia untuk melihat Rusia.
“Kami sangat menghargai bahwa ada jurnalis Indonesia yang bersedia menyebarkan alternatif atau sudut pandang Rusia tentang apa yang terjadi di dunia. Dan kami merasa masyarakat Indonesia berhak untuk mengetahuinya. Dan tentu saja, kami sangat menghargai pekerjaannya yang luar biasa,” ujar Dubes Lyudmila G. Vorobieva.
Wawancara Teguh dan Dubes Lyudmila G. Vorobieva dapat ditemukan di kedua buku.
Dubes Kerajaan Maroko Ouadia Benabdellah juga berpandangan serupa. Dia yang telah bertugas selama tujuh tahun di Jakarta mengatakan, Teguh adalah wartawan Indonesia pertama yang ditemuinya.
“Sejujurnya, dia membuka mata saya pada banyak hal di Indonesia. Teguh adalah wartawan yang kita butuhkan pada masa kini,” ujarnya.
Adapun Dubes Republik Bolivarian Venezuela Radames Jesus Gomez Azuaje, mengatakan, Teguh Santosa berusaha memahami tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Venezuela, seperti soal terorisme, peredaran narkoba, pelanggaran HAM.
“Dia mengerti apa yang terjadi di Venezuela di tengah krisis lingkungan, krisis politik, dan situasi geopolitik yang sangat kompleks. Dia (Teguh) mencoba menjelaskan kepada pembaca dengan sangat jelas. Jadi saya harus berterima kasih karena profesionalisme Teguh,” ujarnya.
Selain ketiga duta besar itu, peluncuran kedua buku ini juga dihadiri Duta Besar Sudan Yassir Mohamed Ali, Charge d’affaires Afghanistan Qaiz Barakzoy, dan Counselor Korea Utara So Kwang Yun. Dua mantan duta besar Indonesia juga hadir memberikan sambutan. Mereka adalah mantan Dubes RI untuk Korea Selatan yang kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Amerika Eropa Kemlu RI Dubes Umar Hadi dan mantan Dubes RI untuk Jepang yang kini menjadi salah seorang Komisaris PT Pindad Dubes Yusro